Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Pasang Iklan Dsini

Hilangnya Alat Vital Para Aktivis


Oleh : Farhan Ulil

immbojonegoro.or.id, Sudah dua bulan lebih ya pandemi menemani langkah seorang aktivis yang vakum karena takut mati ketimbang takut bodoh, padahal kebodohan yang tertanam dalam diri membuat diri ini membusuk tapi tidak dikebumikan, ya seperti bangkai yang berjalan kesana kemari tanpa ada manfaat.

Sebenarnya apa sih positifnya pandemi bagi aktivis?, apa hanya bermain tatap muka lewat udara?, atau tetap mempertajam wawasan dengan banyak-banyak membaca keadaan, membaca tulisan, dan membaca-baca yang lain?, atau justru banting setir menjadi pengusaha untuk menghidupi diri dan terkesan kapitalis dengan bumbu apatis?.

Coba kawan ingat betul untuk apa kita diciptakan, Tuhan membela manusia dihadapan makhluk lainnya karena Tuhan telah menyatukan mutiara manfaat didalam tanah yang busuk hingga menjadi manusia. Dari pada kambing, jika dipandang sebelah mata maka kambing cukup dimanfaatkan tidak cukup untuk menjaga dan merawat bumi, entah dari ancaman perang saudara, perang dagang, ataupun perang untuk merebut kekuasaan. Lagi-lagi manusialah dengan bermodalkan akal yang sehat dan fisik yang mumpuni, persoalan menjaga bumi, manusialah ahlinya. Tetapi pertanyaanya, apakah manusia sebermanfaat itu bagi bumi?.

Next, coba diurai bersama sisi kebermanfaatan manusia sebagai aktivis pergerakan mahasiswa. Dalam segi aktivis yang berdiam diri dirumah, main tatap muka lewat udara bersama para penguasa, sebagian. Sisi positifnya, mereka hanya tidak menjadi carrier dari pandemi kepada orang disekitar, itu saja tidak lebih. Negatifnya, mereka ini merubah budaya sosial menjadi budaya anti sosial dengan mereka menjadikan media sosial sebagai media untuk menyambung silaturrahim. Sekarang gini, ingat kenapa Indonesia ini dijajah Portugis, Belanda, Spanyol, Belanda lagi, Jepang, habis itu mau dijajah Belanda lagi, tau kenapa?, karena dulu Indonesia masih terbagi menjadi beberapa kerajaan, dalam jiwanya tidak ada nilai yang sama tujuan yang sama serta darah perjuangan yang sama, makanya gampang di adu domba. Lagi pula pra kemerdeaan pemuda-pemuda diberbagai daerah membuat suatu perkumpulan, disana muncul gagasan, muncul kesadaran dan muncul perlawanan untuk kemerdekaan, ya gak bisa dipungkiri, kolektif itu diperlukan dan kolektifitas yang masih terjaga sampai saat ini mungkin hanya anak-anak kiri saja. Apakah itu termasuk aktivis organisasi ekstra kampus yang pakai jas rapi duduk bersama para penguasa, anda bisa jawab sendiri.

Nah yang selanjutnya, mereka aktivis yang masih intens membaca dan srawung, ini pun juga ada sisi negatifnya, tapi hanya 0,00001% presentasinya. Langsung saja, positifnya, pasti nalar kesadaran mereka tetap terjaga, ibarat pisau mereka tetap mempertemukan dirinya dengan benda-benda lain agar tingkat ketajamannya bertambah. Nah kadang yang menjadi titik jenuhnya mereka ini gak ada lawan bicaranya, apakah solusinya berdiskusi lewat udara?, tentu pilihan yang amat sangat salah, kenapa?, karena masih ada banyak aktivitas yang bisa mereka lakukan untuk mengimplimentasikan apa yang mereka baca selama physical distancing. Contohlah, yang dibaca adalah kemanusiaan, keadilan dan lainnya yang berbau pergerakan, tentu sangat bisa disalurkan pada interaksi kepada tanaman, hewan, atau mungkin membuat karya seperti lagu, puisi dan memasak mungkin. Karena jika mereka mengambil satu titik celah untuk mereka manfaatkan dalam peng-aplikasian dari pembacaan gerakan-gerakan perlawanan terhadap kedzoliman, tentu mereka akan menciptakan sebuah karya dari hasil menyepi di rumah. Lalu apa negatifnya?, karena tadi presentasenya sangat tidak memungkinkan untuk diurai, maka tidak usah dibahas ya.

Dan ini yang terkhir, golongan yang pasti kena fitnah dari kaum syirik, iri, dengki dan hal-hal buruk lainya, ya betul, mereka yang banting setir untuk berwirausaha. Pasti spekulasi kita bahwa golongan yang terakhir ini menjual idealisme perjuangan dengan kapitalisme untuk dirinya sendiri. Coba dibuka buku Sejarahnya semasa SMA atau buku IPS waktu SD atau SMP, kalau nggak menemukan ya coba aja lihat dibuku-buku biografi tokoh perjuangan. Oke, Tan Malaka tokoh kemerdekaan yang dilupakan, terkenal karyanya Madilog dikalangan yang katanya aktivis, tau kan kalau Tan Malaka juga menjadi guru sukuan biar bisa beli buku tulis untuk menulis segala gagasan dan opini dalam fikiran beliau, artinya mencari uang atau berwirausaha tidak langsung dicap sebagai kapitalis yang hanya mengejar uang dan uang. Pernah nggak berfikir tentang bagaimana menghancurkan kapitalisme?, pasti dengan berkolektif untuk membentuk kapitalis baru sebagai kompetitor mereka, diluar kapitalis didalam nasionalis. Tidak hanya itu, HOS. Tjokroaminoto juga menjadi pegawai di kesatuan pegawai administrasi di Ngawi, apakah pak Tjokro hilang idealismenya, tentu tidak kawan, bisa dilihat saja, dari beliau muncul tokoh-tokoh kemerdekaan yang luar biasa, seperti Samaoen, Kartosoewirjo, dan yang paling top di Indonesia adalah Bapak Presiden pertama Ir. Soekarno. Bagaiamana?, apakah menjadi seorang wirausaha atau karyawan membuat seorang aktivis menjadi tumpul otaknya karena uang, sejarah menjadi jawaban dan kita generasi sekarang menjadi penentu hidup kita dimasa mendatang dengan berlandasnan Jas Merah "jangan sekali-kali melupakan sejarah".

Mungkin itu claster dari beberapa golongan aktivis sekarang, dimana posisi kawan-kawan, itu pilihan pribadi dan bahan renungan sebelum tidur, jika kawan-kawan ini aktivis. Dan yang terpenting, angkatan muda atau aktivis bukan sebagai angkatan bersenjata yang siap menjalankan perintah atasan, tapi angkatan muda seyogyanya menjadi jalan keluar dari berbagai problem sosial, karena perlawanan akan mencul disetiap gerakan sosial bukan gerakan individual yang akhirnya menjadi boneka penguasa.

Tuban, 22 Juni 2020

Reactions

Posting Komentar

0 Komentar