PENA-BOJONEGORO, Menggerakkan jari telunjuk ketika duduk tasyahud, baik awal maupun
akhir dalam shalat adalah salah satu masalah yang masih memerlukan
penjelasan dan penelisikan lebih lanjut terutama pada kualitas sanad
hadits-hadits antara yang tidak memerintahkan dan yang membolehkan
menggerakkannya.
Oleh karena itu, sekalipun masalah ini pernah ditanyakan dan telah pula
dijawab serta dimuat di Buku Tanya Jawab Agama Jilid 5 halaman 44-46,
berikut ini kami tambahkan penjelasan tentang posisi jari telunjuk pada
saat tahiyat.
Hadits yang sering digunakan sebagai dalil bagi orang yang menggerakkan
jari telunjuk saat tasyahud adalah hadis riwayat an-Nasa’i dari sahabat
Wail bin Hajar (Sunan an-Nasa’i: 1192). Berikut kami kutip lengkap
dengan sanadnya:
Artinya: “Suwaid bin Nashr mengkabarkan dari Ibnu Mubarak dari
Zaidah (bin Qudamah) dari Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari Wail bin
Hujr yang berkata: "Aku akan akan melihat bagaimana shalat Rasulullah
saw, maka aku telah melihatnya dan memperhatikan gerakannya. Ia berkata:
Kemudian ia duduk (tasyahud) dengan iftirasy (duduk di atas telapak
kaki kiri yang dihamparkan dan telapak kaki kanannya ditegakkan, pen.)
dan meletakkan telapak tangan kirinya pada paha dan lututnya yang kiri
dan meletakkan siku kanannya di atas paha kanannya, kemudian
menggenggamkan dua jarinya dan terkadang ibu jari dan jari tengahnya
membentuk bulatan lalu menggerak-gerakkan jari telunjuknya sambil
berdoa. [HR. an-Nasa’i]
Jika dianalisa dan dibandingkan, ternyata didapati banyak jalur sanad
lain yang juga dari Wail bin Hujr, namun kebanyakan tidak mencantumkan
kata "ÙŠُØَرِّÙƒُÙ‡َا " (menggerak-gerakkan)
sebagaimana dalam riwayat ini yang di dalamnya terdapat seorang rawi
bernama Zaidah bin Qudamah. Zaidah bin Qudamah inilah yang menambahkan
kata tersebut dalam matan hadits yang ia riwayatkan. Dalam ilmu
Musthalah al-Hadits, tambahan dalam suatu matan hadits yang menyalahi
matan yang ada dalam jalur sanad lain yang sama dapat dikategorikan
sebagai "sadz" (cacat). Jika tidak menyalahi, maka tambahan tersebut diistilahkan dengan ziyadah tsiqat (tambahan yang menguatkan).
Zaidah, meski sebagai rawi dinilai oleh para ulama kritikus hadits dengan tsiqah tsabat (kuat
dan stabil), namun ia memberi tambahan yang bertentangan dengan
riwayat-riwayat lain yang lebih kuat. Selain riwayat ini, hadits lain
yang senada juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Imam
al-Baihaqi.
Dalil lain yang sering digunakan adalah penggalan lafaz sebuah riwayat dari Ibnu Umar (Jami' Masanid wa al-Marasil: 16954), "Ù„َÙ‡ِÙŠَ Ø£َØ´َدُّ عَÙ„ٰÙ‰ الشَّÙŠْØ·َانِ Ù…ِÙ†َ الْØَدِيدِ "
((jari telunjuk itu) akan terasa lebih keras pada setan dari sekedar
(pukulan) besi). Artinya, orang yang mengamalkan penggerakan jari
telunjuk ketika tasyahud bermaksud untuk mengusir setan agar tidak
mengganggu shalatnya. Padahal Ibnu Umar sendiri dalam riwayat tersebut
tidak menyebutkan adanya penggerakan telunjuk jari.
Sedangkan kebanyakan riwayat terkait tema tasyahud ini tidak ada yang
memerintahkan untuk menggerakkan telunjuk jari, hanya mengacungkannya
sejak awal tasyahud hingga salam. Sebagaimana riwayat dari Abdulah bin
Zubair, Abdulah bin Umar, Aisyah, dan Abu Hurairah. Pun demikian
mayoritas ulama mazhab berpendapat untuk tidak menggerak-gerakkan jari
telunjuk ketika tasyahud.
Foto: Ilustrasi
0 Komentar