Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Pasang Iklan Dsini

HAM Dalam Kaca Mata Pancasila

Pena Mahasiswa - 10 Desember dinyatakan sebagai hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah diresmikan sejak tahun 1948. Secara umum, Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Menurut Oemar Seno Aji (1966), Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Allah SWT, sepeti hak hidup, keselamatan, kebebasan dan kesamaaan sifatnya tidak boleh dilangar oleh siapapun.

Ketika kita mengulas mengenai HAM, maka sudah pasti kita juga akan berbicara tentang pancasila. Yang mana antara HAM dan Pancasila merupakan dua elemen yang telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 ynag kemudian diperinci didalam tubuhnya yang merupakan hukum dasar, hukum yang konstitusional dan fundamental bagi negara republik indonesia. Perumusan alinea pertama Pembukaan UUD membuktikan adanya pengakuan HAM ini secara universal. Ditegaskan di awal Pembukaan UUD itu tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia. Oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dasar-dasar HAM tertuang dalam UUD 1945 Republik Indonesia selanjutnya dapat ditemukan dalam sejumlah pasal Batang Tubuh UUD:

Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”

Pasal 28: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”

Pasal 29 ayat (2): “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”

Pasal 30 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”

Pasal 31 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.

Seluruh masyarakat di Indonesia mengetahui bagaimana HAM tersebut berlaku. Namun semua itu tidak menjadikan seseorang untuk tidak melakukan pelanggaran HAM. Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari kita sudah melakukan pelanggaran HAM salah satu contohnya adalah “bully”, yang mana hal itu sering kali dianggap sebagai hal biasa dan hanya lelucon. 

Menurut http://infogurubk.blogspot.co.id/, Bullying merupakan suatu bentuk perilaku agresif yang diwujudkan dengan perlakuan secara tidak sopan, penggunaan kekerasan atau paksaan untuk mempengaruhi orang lain, yang dilakukan secara berulang atau berpotensi untuk terulang, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan dan/atau kekuasaan. Perilaku seperti ini dapat bermacam-macam bentuknya, mulai dari penghinaan verbal, kekerasan fisik, pemerasan, intimidasi, dikriminasi SARA  hingga cyber bullying. Semua itu dapat terjadi kapanpun dan dimanapun.

Dampak negatif dari perilaku bullying sangatlah banyak. Anak dapat mengalami  depresi yang berkepanjangan, trauma, hilangnya percaya diri, dan sebagainya. Namun, dampak-dampak tersebut janganlah diaanggap remeh, karena dampak tersebut dapat memiliki efek jangka panjang. Gangguan psikologis tersebut dapat juga memengaruhi kondisi fisik korban. Contohnya, anak yang sedang mengalami depresi karena bullying dapat menjadi lesu dan kehilangan nafsu makannya. Akibatnya dia lebih mudah terserang penyakit. Bahkan, sudah banyak kasus bullying yang berakhir mengenaskan, seperti bunuh diri dan tindakan anarkis.

Perilaku Bullying dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kuranganya rasa mengahargai antar sesama, lingkungan yang buruk, kurangnya perhatian dari berbagai pihak, dan sebagainya. Anak-anak dan remaja yang menjadi pelaku bullying tidak menyadari bahwa dirinya telah melanggar HAM orang lain. Bagi mereka, bullying hanyalah suatu bercandaan dan merupakan suatu hal yang wajar, sehingga mereka berbuat semena-mena. Mereka tidak menyadari bahwa bullying dapat mengakibatkan dampak yang fatal bagi korbannya.

Ketika kita menganalisis dari sudut pandang Pancasila, perilaku bullying bertentangan dengan sila Pancasila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Selain itu, kita semua sebagai generasi muda Indonesia harusnya dapat menjiwai semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, Berbeda-beda namun tetap satu. Menghargai merupakan kunci penting dalam permasalahan ini. Jika semua orang dapat menghargai hak yang dimiliki orang lain, bullying tidak akan terjadi di manapun.

Jika kita renungkan kembali, nilai-nilai HAM saat ini sudah mulai memudar. Yang mana penerapan HAM hanya berlaku untuk orang-orang berdasi yang berkuasa/yang memiliki jabatan tinggi dan tidak berlaku bagi masyarakat biasa. Keberadaan HAM saat ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak mendasar dan memiliki nilai tinggi yang seharusnya dimiliki dan berlaku khususnya bagi seluruh masyarakat indonesia.

Mahasiswa sebagai agen perubahan, sudah seharusnya memberi tauladan yang baik, yang mana melalui organisasi-organisasi mahasiswa maka akan mampu memberi dampak yang signifikan terhadap perubahan pola pikir masyarakat. Salah satunya, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) melalui Trilogi yang diaplikasikan dengan landasan dasar ilmu amaliah-amal ilmiah yang cukup untuk menerapkan kesadaran akan pentingnya nilai HAM pada diri masing-masing manusia.


Bojonegoro, 15 Desember 2018

Oleh : Sitin Mazza Yudha

Sekretaris PK. IMM Salman Alfarisi & Pengurus BEM FE Universitas Bojonegoro

Reactions

Posting Komentar

0 Komentar