(IMMawan Farhan Ulil/Ketum PK. IMM Salman Alfarisi)
Musim kemarau masih meradang di Indonesia, panas berkepanjangan yang tak kunjung usai kini mewabah didalam kontestasi berpolitik di Negara ini. Pilpres dan juga Pilleg sudah mulai berjalan, persiapan pendaftaran sudah usai, tanda bahwa pertempuran strategi dan ambisi untuk menindas rakyat semakin menggila.
Dalam kurun waktu 5 bulan tidaklah lama untuk menyiapkan diri untuk tampil selayaknya seorang pemimpin dan abdi negara yang bertanggung jawab, adil, dan menyejahterakan rakyat. Semua itu selayaknya sudah dibeli untuk menutupi kebobrokan diri dari individu caleg-caleg di daerah manapun, begitu juga capres dan cawapres yang tidak menutup kemungkinan mempunyai prestasi yang buruk semasa hidupnya.
Semangat untuk menindas dan merampas uang rakyat semakin terlihat, ketika kemaren baru saja terdengar kasus korupsi di daerah Malang, yang malangnya menyeret 41 dari 45 anggota DPRD Malang, cukup absurd bukan?!. Tidak cukup itu, kita tak lupa kasus Bapak Tikus yang melahap banyak KTP di seluruh Indonesia, yaitu Bapak Setyo Novanto dengan kasus korupsi yang luar biasa mencekik uang Negara, dan anehnya ketika Tim dari Mata Najwa berkunjung dilapas para napi koruptor banyak keganjalan-ganjalan terjadi, sangat miris Negri ini hukuman pun bisa dibedakan, yang tidak hanyalah Manusianya. Hukuman, fasilitas, sikap dari petugas amat sangatlah berbeda, maka tamatlah riwayat orang miskin jika salah sedikit saja akan sengsara sampai mati di Negri sendiri, seperti Dejavu ditahun lalu.
Penulis teringat tentang teori Simulacra yang dikemukakan oleh Jena Baudrilard, bahwasanya teknologi akan menimbulkan negative impact ketika suatu barang yang biasa-biasa saja akan nampak luar biasa setelah melalui proses teknologisasi, jika dalam lingkup pemasaran ekonomi. Akan snagat menipu konsumen yang melihat promosi-promis yang beredar, pembodohan moral-lah yang akan terjadi karena belum tentu kenyataanya barang tersebut sebagus yang dipromosikan.
Teori ini lah yang sangat menakutkan ketika para calon Pemimpin Negara dan wakil rakyat kita, mempoles dirinya lewat tipu daya yang dihasilkannya. Promosi yang dilakukan mungkin akan sangatlah up normal untuk menutupi kesalahan demi kesalahan agar dapat mencalonkan diri dan terpilih. Medsos sangatlah senjata paling jitu untuk menutupi kesalahan dan memunculkan kesalahan dari lawan, dan tak bisa dihindari lagi jika pengguna medsos kini tak faham alur dan apa yang sebenarnya terjadi.
Bojonegoro yang sebentar lagi akan mengadakan pilleg haruslah berhati-hati, jangan sampai kasus di Malang terjadi kembali. KPU Bojonegoro harus mengkaji ulang terkait caleg yang mantan napi tapi mencalonkan lagi, parahnya rumor yang beredar ada satu caleg dari salah satu partai tertentu adalah mantan napi korupsi, ini sangatlah membahayakan jika dibiarkan. KPU tidak boleh membiarkan ini terjadi, jika memang sudah tidak bisa di gantikan paling tidak KPU Bojonegoro harus mengambil sikap transparan terhadap masyarakat, jangan sampai masyarkat menjadi tumbal dari tipu daya calon wakil rakyat.
Bojonegoro, 11 September 2018
Oleh : Farhan Ulil Mu'tamar Burhan
0 Komentar