Oleh Arif Hakim
PENA-BOJONEGORO, Siapa yang tak ingin masuk perguruan tinggi paska lulus sekolah menengah atas, apalagi saat ini banyak kampus-kampus favorit yang menawarkan kualitasnya, mulai dari kualitas administrasi, dosen, gedung dll. Dengan datangnya zaman yang terus berubah, pemerintah selalu berusaha meningkatkan mutu pendidikan yang ada di negeri ini, mulai dari PAUD, TK, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan yang paling penting Perguruan Tinggi. Pasalnya di era milenial ini nilai intelektual kaula muda sangat di butuhkan baik dari skala nasional maupun internasional, maka dari itu pemerintah selalu melakukan pengembangan mutu pendidikan yang ada pada era milenial ini.
Di dalam Tridharma Perguruan Tinggi yang telah di atur dalam PP. No.60 th.1999 perguruan tinggi memiliki 3 tugas pokok yakni : 1. Pendidikan, 2. Penelitian, 3. Pengabdian,. Pada era saat ini mahasiswa adalah agent of change, agent of power, and agent of control untuk memajukan bangsa dan negara. Mahasiswa seharusnya mampu memiliki pemikiran kritis, peka terhadap lingkungan sekitar dan yang paling penting, memberikan solusi bagi setiap permasalahan yang ada dalam negeri ini.
Kampus Sebagai NERAKA
Namun sayang, kaidah-kaidah yang ada dalam tridharma perguruan tinggi sudah mulai memudar, kapitalis yang tiap hari makin cepat berkembang juga sudah mulai merangsek ke dalam setiap syaraf yang ada pada perguruan tinggi, sebagai salah satu contohnya adalah perguruan tinggi yang berada di kota minyak. Kampus yang seharusnya meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat di kota minyak dan sekitarnya harus ternodai dengan sebuah kartu, dimana kartu tersebut berperan menjadi kartu as. Bagaimana tidak, sebuah peraturan yang tak rasional mewajibkan setiap mahasiswanya membawa kartu tersebut untuk mengikuti suatu ujian yang di adakan di kampus.
Hal tersebut tentu saja sangat bertentangan dengan cita-cita bangsa kita yang tertulis di pembukaan UUD 1945 Alenia 4 yang berbunyi “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Jika lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi saja sudah ternodai dengan peraturan tersebut, lalu dengan cara apa lagi masyarakat di cerdaskan? Lalu apa peranan kampus bagi masyarakat? Apakah hanya sebuah formalitas, atau mungkin hanya sebuah legitimasi untuk kemajuan suatu nama daerah? Ah, mungkin itu hanyalah pertanyaan yang tidak ada apa-apanya bagi pihak kampus.
Singkatnya seperti ini, jika benar kampus untuk memajukan negara terutama dari bidang pendidikan lalu mengapa ada aturan seperti itu? Bukankah seharusnya kedudukan setiap mahasiswa di kampus sama saja? Bukankah dengan adanya peraturan kartu sakti kampus malah menjadi sebuah sumber masalah sosial yakni pendiskriminasian mahasiswa dengan cara tidak membolehkannya mengikuti ujian. Sedangkan tujuan dan cita-cita dari bangsa kita sendiri adalah menghapus semua penjajahan yang berada di atas dunia.
0 Komentar