PENA-BOJONEGORO, Sungguh menyayat hati ketika membuka lembaran masa lalu, warna hitam yang berada di atas warna putih menjadi saksi bisu akan ukiran tangan- tangan para pendahulu yang menceritakan kelamnya penjajahan negara ini. Tak terhitung berapa liter darah dan air mata yang keluar dari tubuh mereka yang menjadi pelaku sejarah kemerdekaan bangsa kita.
Di tahun 1945, negeri kita dinyatakan merdeka dari segala bentuk penjajahan dan penindasan, seperti yang di kutip dari pembukaan UUD 1945 “Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus di hapuskan”.
Tangis duka pun berubah menjadi tangis bahagia karena penjajah telah minggat dari negeri tercinta. Di era milenial rasa cinta kebangsaan kita mulai tergerus oleh budaya budaya barat, banyak pemuda yang tak lagi mengingat, maupun mengindahkan hakikat kemerdekaan. Nalar yang kian mengambang, hanya diam disaat melihat penindasan.
73 tahun negara kita merdeka, namun masih banyak rakyat yang belum merdeka, dari segi pendidikan contohnya. Rakyat proletar kalah telak dengan kaum Kapitalis yang semakin hari semakin brengis menjajah perekonomian negara kita. Dikutip di laman Tempo.co 8 kepala daerah yang di duga korupsi untuk modal pilkada. Banyak penguasa ketika ingin berproses menjadi seorang pejabat mengobral kata-kata mutiara hingga menimbulkan belas kasih dari masyarakat untuk memberikan amanah kepada mereka. Mereka mengaku ingin berkontribusi untuk kemajuan negara ini, namun pada nyatanya ketika mereka sudah menjabat mereka hanya berkontribusi dengan koalisi, mengenyangkan perut para kroni, menjilat sana-sini demi kepentingan pribadi. Seperti yang ditulis dari Tempo.co bahwasanya di tahun 2017 negara kita mengalami kerugian sebesar 6.5 Trilyun.
Apakah kita sadar bahwa penjajahan tak pernah hilang dari negara kita?. Di lingkungan pendidikan contohnya; hanya kaum-kaum bermodal yang mampu menempuh jenjang pendidikan setinggi- tingginya dan mendapat gelar S1,S2,S3 Dll. Lalu bagaimana dengan rakyat Proletar? Mereka hanya bisa menjadikan setiap entitas di bumi menjadi guru, dan alam semesta sebagai sekolah tanpa mendapat gelar apapun.
Berbagai ideologi sudah mencampur aduk di komposisi pembangunan negara ini, hal itu sudah jelas-jelas bertentangan dengan ideologi negara kita yakni “PANCASILA”. Sudah semestinya kita sebagai pemuda, terlebih yang menyandang gelar MAHASISWA harus lebih peka terhadap isu-isu sosial. Menjadi seorang problem solution, bukan penambah problem di negara ini, terkhusus Mahasiswa merupakan seorang intelektual yang harusnya mampu menjadi pelopor untuk menghajar para penajajah, baik dari segi pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, politik, Dll.
Dibawah lindungan tuhan, Di tengah Perlawanan, Di atas kata kebenaran.
Bjn, 16 Agustus 2018
Arif Hakim
Di tahun 1945, negeri kita dinyatakan merdeka dari segala bentuk penjajahan dan penindasan, seperti yang di kutip dari pembukaan UUD 1945 “Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus di hapuskan”.
Tangis duka pun berubah menjadi tangis bahagia karena penjajah telah minggat dari negeri tercinta. Di era milenial rasa cinta kebangsaan kita mulai tergerus oleh budaya budaya barat, banyak pemuda yang tak lagi mengingat, maupun mengindahkan hakikat kemerdekaan. Nalar yang kian mengambang, hanya diam disaat melihat penindasan.
73 tahun negara kita merdeka, namun masih banyak rakyat yang belum merdeka, dari segi pendidikan contohnya. Rakyat proletar kalah telak dengan kaum Kapitalis yang semakin hari semakin brengis menjajah perekonomian negara kita. Dikutip di laman Tempo.co 8 kepala daerah yang di duga korupsi untuk modal pilkada. Banyak penguasa ketika ingin berproses menjadi seorang pejabat mengobral kata-kata mutiara hingga menimbulkan belas kasih dari masyarakat untuk memberikan amanah kepada mereka. Mereka mengaku ingin berkontribusi untuk kemajuan negara ini, namun pada nyatanya ketika mereka sudah menjabat mereka hanya berkontribusi dengan koalisi, mengenyangkan perut para kroni, menjilat sana-sini demi kepentingan pribadi. Seperti yang ditulis dari Tempo.co bahwasanya di tahun 2017 negara kita mengalami kerugian sebesar 6.5 Trilyun.
Apakah kita sadar bahwa penjajahan tak pernah hilang dari negara kita?. Di lingkungan pendidikan contohnya; hanya kaum-kaum bermodal yang mampu menempuh jenjang pendidikan setinggi- tingginya dan mendapat gelar S1,S2,S3 Dll. Lalu bagaimana dengan rakyat Proletar? Mereka hanya bisa menjadikan setiap entitas di bumi menjadi guru, dan alam semesta sebagai sekolah tanpa mendapat gelar apapun.
Berbagai ideologi sudah mencampur aduk di komposisi pembangunan negara ini, hal itu sudah jelas-jelas bertentangan dengan ideologi negara kita yakni “PANCASILA”. Sudah semestinya kita sebagai pemuda, terlebih yang menyandang gelar MAHASISWA harus lebih peka terhadap isu-isu sosial. Menjadi seorang problem solution, bukan penambah problem di negara ini, terkhusus Mahasiswa merupakan seorang intelektual yang harusnya mampu menjadi pelopor untuk menghajar para penajajah, baik dari segi pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, politik, Dll.
Dibawah lindungan tuhan, Di tengah Perlawanan, Di atas kata kebenaran.
Bjn, 16 Agustus 2018
Arif Hakim
Kabid. Riset & Pengembangan Keilmuan PK. IMM Salman Alfarisi
1 Komentar
Panjang umur perlawanan! 😁😁😁
BalasHapus